Pudarnya Peran Otoritas Keagamaan Lokal: Studi Atas Buatulo Syara’a di Provinsi Gorontalo

  • Donald Qomaidiasyah Tungkagi IAIN Sultan Amai Gorontalo, Indonesia
Keywords: Buatulo Syara’a, Kadli, Otoritas Agama Lokal, Buatulo Toulongo, Otoritas Keagamaan

Abstract

Otoritas keagamaan, baik yang berbentuk individu maupun lembaga, sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku umat beragama. Penelitian ini membahas peran Buatulo Syara’a sebagai lembaga pemegang otoritas keagamaan lokal dalam kehidupan umat Islam di Provinsi Gorontalo. Buatulo Syara’a dipimpin oleh seorang Kadli (Qadi'), dan merupakan salah satu dari tiga lembaga dalam sistem pemerintahan adat Gorontalo yang disebut Buatulo Toulongo. Dua lembaga lainnya; Buatulo Bubato (lembaga pemerintah), dan Buatulo Bate (lembaga adat). Metode penelitian ini kualitatif-deskriptif berbasis penelitian lapangan, data dikumpulkan melalui observasi partisipatif dan wawancara mendalam. Menggunakan perspektif tiga varian otoritas Weber, penelitian ini menemukan bahwa memudarnya peran Buatulo Syara’a sebagai lembaga otoritas keagamaan lokal di Gorontalo dijumpai pada ranah otoritas tradisional dan otoritas kharismatik. Pada otoritas tradisional, Buatulo Syara’a tergeser oleh peran otoritas keagamaan baru seperti ormas keagamaan dan kemunculan internet sebagai wadah pencarian pengetahuan, dan distribusi nilai-nilai keagamaan yang tidak hanya bertumpu pada otoritas tertentu. Di ranah otoritas kharismatik, cukup banyak masyarakat Gorontalo yang tidak lagi mengenal peran Buatulo Syara’a. Keberadaan Buatulo Syara’a yang mulai memudar dalam nalar sosial-budaya masyarakat Gorontalo secara tidak langsung berakibat pada memudarnya peran Buatulo Syara’a sebagai lembaga otoritas keagamaan. Ranah otoritas legal-rasional menjadi satu-satunya yang membuat keberadaan Buatulo Syara’a masih bertahan. Legitimasi keberadaan Buatulo Syara’a sebatas karena diangkat dan mendapat SK dari pemimpin daerah dalam hal ini walikota dan bupati. Buatulo Syara’a kemudian beraktifitas di masjid-masjid miliki pemerintah, seperti Masjid Agung untuk tingkat Kabupaten/Kota, Masjid Besar untuk tingkat kecamatan, dan Masjid Jami’ untuk tingkat kelurahan dan desa.

Religious authority, whether in the form of individuals or institutions, has a huge influence on the behavior of religious communities. This research discusses the role of Buatulo Syara’a as an institution holding local religious authority in the lives of Muslims in Gorontalo Province. Buatulo Syara’a is led by a Kadli (Qadi’), and is one of three institutions in the Gorontalo traditional government system called Buatulo Toulongo. The other two institutions; Buatulo Bubato (government institution), and Buatulo Bate (customary institution). The research method is qualitative-descriptive field research-based, data collected through participatory observation and in-depth interviews. Using Weber's three variants of authority perspective, this study found that the waning role of Buatulo Syara’a as a local religious authority institution in Gorontalo is found in the realm of traditional authority and charismatic authority. In the traditional authority, Buatulo Syara’a has been displaced by the role of new religious authorities such as religious mass organizations and the emergence of the internet as a forum for knowledge search and distribution of religious values that do not only rely on certain authorities. In the realm of charismatic authority, quite a lot of Gorontalo people no longer recognize the role of Buatulo Syara’a. The existence of Buatulo Syara’a which began to fade in the socio-cultural reasoning of Gorontalo people indirectly resulted in the fading role of Buatulo Syara’a as an institution of religious authority. The realm of legal-rational authority is the only thing that makes the existence of Buatulo Syara’a still survive. The legitimacy of the existence of Buatulo Syara’a is limited to being appointed and receiving a decree from the regional leader, in this case the mayor and regent. Buatulo Syara’a is then active in government-owned mosques, such as the Masjid Agung at the regency/city level, the Masjid Besar at the sub-district level, and the Masjid Jami’ at the village level.

References

Baruadi, Moh. Karmin. 2013. “Sendi Adat dan Eksistensi Sastra; Pengaruh Islam dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalo.” El-HARAKAH (TERAKREDITASI) 14(2):293–311. doi: 10.18860/el.v14i2.2312.

Baruadi, Moh. Karmin. 2014. “Tradisi Sastra Dikili Dalam Pelaksanaan Upacara Adat Maulidan Di Gorontalo.” El-HARAKAH (TERAKREDITASI) 16(1):1. doi: 10.18860/el.v16i1.2760.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Format-Format Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya: Airlangga University.

Burhani, Ahmad Najib. 2016. “Aksi Bela Islam : Konservatisme dan.” Maarif Institute 11(2):15–29.

CFCE. 2011. “Religious Authority in The Age of the Internet.” in Virtual Lives, Christian Reflextion. Texas: The Center for Christian Ethics.

Eickelman, D. F., dan J. W. Anderson. 2003. Redefining Muslim Publics New Media in the Muslim World: The Emerging Public Sphere. Bloomington: Indiana University Press.

Hasanudin, dan Sri Suharjo. 2001. Gorontalo: Kerajaan Tradisional Hingga Kolonial Belanda, Suatu Tinjauan Sejarah Sosial Ekonomi. Manado: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Manado.

Hatu, Dewinta Rizky R., dan Ratih Ikawaty R. Hatu. 2023. “Modal sosial Masyarakat Komunitas Adat Terpencil Gorontalo.” Jurnal Ilmiah Publika 11(1):354–60.

Jinan, Mutohharun. 2012. “New Media dan Pergeseran Otoritas Keagamaan Islam di Indonesia.” Jurnal Lektur Keagamaan 10(1):181–208.

Laya, Rachmi. 2023. “Tuja ’ i : A Ritual Communication Medium in the Gorontalo Community.” International Journal of Global Community VI(2):245–60.

Muh Muhtador. 2018. “Studi Kritis atas Transmisi dan Otoritas Keagamaan di Media Sosial.” Fikrah 6(2):323–40.

Mustamin, Kamaruddin, Muhammad Gazali Rahman, dan Arhanuddin Salim. 2021. “Tradisi Maulid pada Masyarakat Muslim Gorontalo: Pertautan Tradisi Lokal dan Islam (Maulid Tradition Among Gorontalo Muslim Community: The Link Between Local Tradition and Islam).” Potret Pemikiran 25(1):91. doi: 10.30984/pp.v25i1.1492.

Nur, S. R. 1979. “Beberapa Aspek Hukum Adat Tatanegara Kerajaan Gorontalo Pada Masa Pemerintahan Eato (1673-1679).” Universitas Hasanuddin.

Nur, S. R., Syamsuddin Pasamai, dan Sri Susiyanti S. Nur. 1990. Kerakyatan Sebagai Azas Ketatanegaraan Adat Sulawesi. Ujung Pandang: Leppen YBW-Umi.

Polontalo, Ibrahim. 1996. Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Gorontalo. Gorontalo: STKIP Gorontalo.

Ranoh, Ayub. 2011. Pemimpin Kharismatis: Tinjauan Teologis-Etis atas Kepemimpinan Kharismatis Sukarno. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Ritzer, George. 2008. Sociological Theory. New York: MC Graw Hill,.

Rumadi. 2012. “Islam dan Otoritas Keagamaan.” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20(1):25–54.

Une, Darwis. 2021. “Islamisasi dan Pola Adat Masyarakat Gorontalo dalam Perspektif Sejarah Kebudayaan Islam.” Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Budaya 7(3):259. doi: 10.32884/ideas.v7i3.474.

Weber, Max. 1947. The Theory of Social and Economic Organization. New York: The Falcon’s Wings Press.

Wrong, Dennis. 2003. Max Weber: Sebuah Khazanah. Yogyakarta: IKON l=oTERALITERA.

Zaman, Muhammad Qasim. 2009. The Ulama in Contemporary Islam: Custodians of Change. Princeton: Princeton University Press.

Published
2024-05-16
How to Cite
Tungkagi, D. (2024). Pudarnya Peran Otoritas Keagamaan Lokal: Studi Atas Buatulo Syara’a di Provinsi Gorontalo. Jurnal Pendidikan, Kebudayaan Dan Keislaman, 3(1), 7-24. https://doi.org/10.24260/jpkk.v3i1.2421
Section
Articles